Kumpulan Artikel & Seputar Kesehatan

Freemasonry Pemusnah Gerakan Agama

Dari Biarawan Sion Sampai ke Freemasonry


Menurut Dossiers Secrets atau dokumen rahasia, Biarawan Sion (Priory Sion) atau Ordo Sion didirikan oleh Godfroi de Bouillon pada 1090. Namun di dalam Dokumen Biara disebutkan Biarawan Sion didirikan pada 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan Pasukan Salib yang dipimpin oleh Godfroi dari kaum Muslimin. Markas induknya berada di sebuah gereja khusus bernama Abbey of Notre Dame du Mount de Sion di Yerusalem, atau di sebuah bukit terkenal di luar Yerusalem, di selatan kota bernama Gunung Sion. Konon, di gunung inilah Nabi Daud tinggal dan membangun rumah peribadatan yang kemudian bernama Bandar Daud. Bahkan kaum Yahudi mempercayai bahwa Tuhan tinggal di Gunung atau disebut juga Bukit Zion itu. Dari sinilah berasal nama Ordo Sion itu.
Dalam sejarahnya,
selain mereka berhasil mengambil alih Yerusalem dari kaum Muslimin, mereka pun berhasil mengangkat adik kandung Godfroi de Bouillon, Baldwin I. Menurut para peneliti, diangkatnya Baldwin menjadi raja di Yerusalem, tidak lain karena mereka saat itu sangat berkuasa. Di dalam perjalanannya, Ordo Sion yang juga disebut Ksatria Templar ini berhasil mendirikan sebuah tempat penitipan harta para peziarah Kristen yang ingin ke Yerusalem. Selama bepergian para peziarah ini tidak perlu khawatir, karena harta benda mereka dijaga oleh Ksatria Templar yang bernama Usury. Metode lembaga riba ini kemudian jauh-jauh hari diadopsi oleh bank-bank konvensional modern menjadi Treasury atau tempat penyimpanan benda-benda berharga. Para peziarah ini pun juga diberi selembar kertas promis yang memiliki kode-kode yang begitu rumit dan ketika tiba di Yerusalem mereka menukarnya di lembaga keuangan Templar setempat dengan uang. “Inilah cikal bakal sistem cek tunai yang kita kenal sekarang,” tulis Knight Templar Knight of Christ menyimpulkan.
Tanggal 4 Juli 1187 menjadi hari yang bersejarah bagi kaum Muslimin. Karena di tanggal inilah ketika Subuh seluruh pasukan kaum Muslimin pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mengepung rapat posisi pasukan Salib. Singkatnya, dengan perjuangan yang sangat berat melawan pasukan Salib yang saat itu juga berusaha melindungi Yerusalem dari serbuan serangan kaum Muslimin, Yerusalem pun akhirnya kembali jatuh ke tangan kaum Muslimin. Mengenai peristiwa bersejarah ini, film Kingdom Heaven ‘merekamnya’ dengan sangat apik.
Akibat kejatuhan Yerusalem ini ke tangan kaum Muslimin yang kata Ordo Sion di dalam Dossiers Secrets disebabkan oleh penghianatan Gerard de Ridefort dan juga akibat kegegabahan Guy de Lusignan dan tentu saja sebab-sebab yang lain, Biarawan Sion dan Ksatria Templar resmi pecah. Mengenai perpecahan ini, Rizki Ridyasmara dalam “Knight Templar Knight of Christ,” menulis:
“Satu tahun setelah kejatuhan Yerusalem, tahun 1188, secara resmi Ordo Sion melepaskan segala tanggungjawab dan memutuskan hubungan dalam bentuk apapun terhadap Ksatria Templar. Perpecahan ini dikabarkan diperingati dengan upacara ritual yang dinamakan dengan Penebangan Pohon Elm. Tidak jelas apa maksudnya. Sejak itu, secara resmi Ordo Sion menyatakan Ksatria Templar tidak ada lagi ikatan apapun dengannya… Untuk mempertegas hal tersebut, Ordo Sion mengubah namanya menjadi Biarawan Sion. Jika sebelum tahun 1188, Ordo Sion dan Ksatria Templar memiliki satu Grand Master yang sama, maka sejak tahun itu mereka memiliki Grand Masternya sendiri-sendiri. Menurut Dokumen Biara, Grand Master Ksatria Templar pertama di tahun 1188 adalah Jean de Gisors”. Rizki menambahkan, meskipun mereka secara resmi telah berpisah, namun kenyataannya mereka masih tetap berhubungan dan melakukan kerjasama meskipun melalui gerakan bawah tanahnya.
Mengenai hubungan rahasia ini, penulis meyakini disebabkan karena mereka mempunyai satu tujuan dan satu Ideologi, yaitu Kabbalah. Kabbalah sendiri adalah ajaran mistis dan esoteris yang menyembah dewa dewi. Jika kita merunutnya jauh ke belakang, maka kita akan menemukan bahwa sesungguhnya ajaran penyembah setan ini diciptakan oleh para penyihir dari Mesir kuno yang menjadi pendeta sekaligus penasehat Fir’aun. Tak hanya Fir’aun yang mereka pengaruhi, para Pendeta Amon ini pun berhasil mempengaruhi rakyat Mesir. Para Pendeta Amon ini pun begitu disegani oleh Fir’aun. Sehingga dalam perjalanannya, mereka berhasil menghasut Fir’aun untuk memusuhi Nabi Musa ‘Alaihissalam dan risalah yang dibawanya.
Di dalam al-Qur’an peristiwa ini digambarkan sangat jelas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT). Apalagi saat Fir’aun mengumpulkan para penyihir terhebat dari seluruh negeri untuk mengalahkan Nabi Musa. Namun, dengan kekuasaan dan izin Allah SWT, sihir para penyihir itu berhasil ditaklukkan oleh Nabi Musa. Para penyihir itu pun setelah melihat mukjizat Nabi Musa langsung mengakui kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Musa. “Sungguh itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang diilhami dari setan. Tapi sesuatu yang digerakkan kekuatan gaib yang menandakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun. Maka tidak alasan bagi kami untuk tidak mengimani risalah yang mereka bawa dan beriman kepada Tuhan mereka sesudah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala mereka sendiri,” ujar para penyihir sambil bersujud di depan Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Namun setelah beberapa lamanya, keimanan Bani Israil terhadap kerasulan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘Alahissalam memudar dan hilang. Tepatnya setelah Allah menyeberangkan Nabi Musa dan Bani Israil dari laut dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Pada saat itu Nabi Musa pergi ke Bukit Thursina untuk seorang diri untuk menerima “Firman yang Sepuluh” (The Ten Commandment) dan mengenai urusan penjagaan Bani Israil diserahkan kepada Nabi Harun. “Kekosongan” inilah dimanfaatkan oleh salah seorang pengikut Nabi Musa dan Harun dari kalangan Bani Israil bernama Samiri.
Samiri sendiri adalah salah seorang dari Bani Israil yang masih memegang kepercayaan Kabbalah sebagai falsafah hidup. Bahkan ia disebut sebagai salah seorang petinggi Kabbalah yang berhasil menyusup ke dalam umat Nabi Musa. Dia pun mengeluarkan sebuah patung anak sapi dan mulai membujuk Bani Israil untuk kembali kepada ajaran nenek moyangnya, Kabbalah atau penyembahan terhadap berhala-berhala. Propaganda ini berhasil dan ketika Nabi Musa kembali ke kaumnya, beliau pun marah melihat prilaku umatnya. Mereka berkilah sambil mengeluarkan sebuah patung anak sapi yang dapat bersuara. “Maka mereka berkata: ‘Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.” (TQS. Thahaa: 86-88).
Begitulah sebuah peristiwa yang menjelaskan kepada kita semua, bagaimana Iblis melalui anak buahnya mempengaruhi pikiran Bani Israil sehingga sampai saat ini mereka, kaum yang kini disebut Yahudi, masih menganut dan mengamalkan ajaran Kabbalah lewat kitab Talmud. Kitab yang sengaja diciptakan oleh para pendeta Yahudi yang menganut ajaran ini untuk menyaingi bahkan membuang Kitab Taurat asli yang menyuruh penyembahan kepada Allah SWT dan tidak menyekutukannya. Kitab Talmud sendiri berisi penghinaan terhadap Tuhan yang disamakan dengan makhluk ciptaannya dan juga berisi penghinaan terhadap agama lain di luar Yahudi seperti Islam dan Kristen, dengan menyebutnya sebagai Ghoyim atau kaum Gentiles (Budak).
Kembali ke topik. Melihat kekayaan, kebesaran sampai jaringan kekuasaan para Templar yang makin luas, Raja Perancis Phillipe IV pun muak dan iri. Hal ini disebabkan karena ia tidak mempunyai pengaruh terhadap para Templar lalu karena ia mempunyai hutang yang sudah membengkak disebabkan pembiayaan Perang Salib kepada Ordo ini. Akibat dendam, ia pun menyuruh seorang utusan bernama Von Nugari untuk menyampaikan permintaan kepada Paus Clement V untuk membantunya balas dendam. Paus Clement V pun menyetujuinya dengan alasan berhutang budi kepada Phillipe IV. Singkatnya, Paus Clement V bekerjasama dengan Raja Perancis Phillipe IV pun mengeluarkan surat perintah untuk menangkap dan mengadili para Ksatria Templar lewat vonis inquisisi karena diduga para Templar telah melakukan bid’ah.
Lalu, pada tahun 1312, secara resmi Paus Clement V mengeluarkan maklumat pembubaran Ksatria Templar yang kemudian disusul penangkapan Grand Master Ksatria Templar, bernama Jacques de Molay pada 1314, dua tahun setelah maklumat pembubaran itu dikeluarkan. Pada bulan Maretnya, Jacques de Molay pun di bakar hidup-hidup di tiang salib. Tepatnya di belakang Gereja Notre Dame, Paris di depan umum. Di dalam kobaran api itu, de Molay meneriakkan kutukan dengan sangat keras bahwa setahun setelah ia mati, Paus Clement V dan Phillipe Ie Bel juga akan ikut mati. Tiba-tiba saja hal itu terbukti, keduanya, Paus Clement V dan Phillipe Ie Bel meninggal secara berurutan dan misterius.
Dari sinilah bermula, para Templar yang kabur ke berbagai negeri di Eropa itu akhirnya meninggalkan segala “pernak-pernik” Ksatria Templar. Mereka menyembunyikan segala identitas pribadi mereka. Di Skotlandia, mereka diterima oleh King Robert The Bruce. Para Templar ini pun menyusup ke dalam pekerjaan tukang Batu. Lewat kegiatan inilah mereka mulai menguasai para Mason tersebut. Di Portugal, mereka mengubah nama ordo mereka menjadi knight of Christ Order dan di Spanyol mereka bergabung kedalam tim ekspedisi Vasco da Gama.
Freemason berdiri secara resmi di Inggris pada tahun 1717. Freemason sendiri berasal dari dua kata, free dan mason. Free berarti bebas dan Mason (Masonry) berarti pembangun, juru bangun dan membangun. Dan seperti halnya sebuah organisasi, Freemason mempunyai struktur keanggotaan tersendiri. Dan dari semua jenjang ini Freemason dapat di kelompokkan ke dalam tiga jenis jenjang keanggotaannya. Berikut ketiga jenis Freemason tersebut:
1.         Symbolism Freemason (Freemason Simbolik).
            Freemason Simbolik adalah para anggota yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan kaum Ghoyim. Pada level ini, anggota non-Yahudi (kaum Ghoyim) masih dimungkinkan untuk terlibat dan aktif. Karena level ini masih bersifat umum. Meski begitu, di dalam level ini mempunyai 33 tingkatan yang digunakan untuk tahap penyaringan, kaderisasi dan proses seleksi pada jenjang berikutnya. Pada level ini, aktivitas atau kegiatan organisasi ini masih seputar pemberian bantuan kemanusiaan, seperti bantuan pendidikan, kegiatan sosial, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan kemanusiaan mereka ini juga dapat kita lihat di situs resmi mereka, Masonicworld.com.
Karena gerakan Freemason bersifat elitis, maka proses perekrutan biasanya melaui acara private party yang sangat berkelas. Sehingga dapat menarik minat orang-orang terpandang untuk dapat mengikuti acara yang mereka buat. Orang-orang yang menjadi target perekrutan biasanya adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh di dalam masyarakat, seperti, politisi, keluarga kerajaan kaum cendikiawan dan lain sebagainya.
2.         Freemason Royal (Freemason Kerajaan).
Di dalam tingkatan ini adalah orang-orang yang sudah membuang jauh kepercayaan awal yang dianutnya, seperti agama, nasionalisme dan prinsip-prinsip dasar lainnya dengan menggantinya dengan prinsip-prinsip Masonik. Contoh tokoh pada level ini seperti Winston Churchil dan juga Lord Balfour.
3.         Freemason of the Universe (Freemason untuk Alam Semesta).
Ini adalah jenis tingkatan terakhir dari seorang Mason. Pada level ini, hanyalah orang yang berdarah Yahudi saja yang dapat masuk ke dalam tahap ini dan tentu saja harus mematuhi setiap doktrin Freemason sepenuhnya. Mereka yang telah berada pada posisi ini biasanya perannya sudah lebih berpengaruh (baca berkuasa) daripada seorang Paus bahkan Presiden sekalipun. Jadi jangan heran jika Perdana Menteri Israel begitu berkuasa penuh atas Presiden Amerika Serikat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan Israel, Palestina bahkan masalah keamanan Timur Tengah, karena seluruh pemimpin Zionis adalah mereka yang telah duduk di level ini.
Sebelum tahun 1717, sebenarnya Freemason sudah eksis. Karena beberapa keluarga kerajaan Inggris dilantik sebagai anggotanya. Mereka adalah Robert Moray pada tanggal 20 Mei 1641 dan seorang lagi yang masih terhitung anggota keluarga raja di Inggris, Eliash Ashmole pada tanggal 16 Oktober 1646. Tahun 1717 ini sendiri adalah tonggak bagi Freemason untuk memulai perang melawan agama-agama langit yang dianut oleh masyarakat dunia pada umumnya. Di tahun ini pulalah di bangun sebuah Loji besar di Inggris bernama Grand Lodge of England.Pada masa itu, doktrin Kabbalah sudah mempengaruhi pola pikir masyarakat Inggris dan Eropa pada umumnya.
Yang menjadikan faktor kebencian orang-orang Yahudi terhadap agama Kristen adalah karena, seperti biasanya, orang-orang Kristen berhasil “mengusik” ketentraman mereka dalam beragama. Di Perancis, khususnya di tiga kota: Aix, Arles dan Marsailles, Sinagog (rumah ibadah umat Yahudi) berada dalam keadaan terancam. Raja Perancis saat itu memaksa orang-orang Yahudi ini untuk masuk ke dalam agama Kristen. Kontan hal ini mengganggu batin kaum Yahudi Perancis.
Diduga, dari sinilah berawalnya permusuhan hebat di kalangan Yahudi terhadap Kristen, meskipun sebenarnya dendam permusuhan mereka sudah ada sejak dari nenek moyang mereka di zaman Fir’aun (seperti yang telah penulis bahas sedikit di atas), bahkan jauh sebelumnya sejak Iblis, si Raja Kegelapan atau lebih dikenal dengan Lucifer, terusir dari Surga karena menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam—dan sebagai landasan umum yang mereka pakai sebagai dasar rencana untuk menguasai dunia (Novus Ordo Seclorum—Tatanan Dunia Baru, seperti yang tertera pada uang satu Dolar Amerika Serikat).
Proyek Penghancuran Agama Kristen
Sebuah surat pada tanggal 24 Juli 1489 dari Perancis dikirimkan oleh seorang pendeta Yahudi (Rabi) bernama Shamur meminta pendapat atas situasi mencekam atas penindasan yang dialami masyarakat Yahudi Perancis oleh masyarakat Kristen Perancis ke Istanbul (Turki) kepada Pemimpin Tertinggi Yahudi yang langsung dibalas dengan jawaban sebagai berikut:
“Saudara-saudara, dengan rasa sedih pengaduan kalian kami pelajari. Derita nasib buruk yang kalian alami membuat kami ikut bersedih. Kalian mengadukan, bahwa Raja Perancis telah memaksa kalian memeluk agama Nasrani. Kalian sulit menentang perintah paksaan itu, maka masuklah agama Nasrani. Tetapi harus di ingat, bahwa ajaran Musa harus kalian pegang erat-erat dalam hati sanubari. Umat Kristen memerintahkan supaya kalian menyerahkan harta benda kalian.
Laksanakanlah. Selanjutnya didiklah putra-putri kalian menjadi pedagang dan pengusaha tangguh, agar pelan-pelan bisa merebut kembali harta benda itu dari tangan mereka. Kalian juga melaporkan, bahwa mereka mengancam keselamatan hidup kalian. Maka binalah putra-putri kalian menjadi dokter, agar bisa membunuh orang-orang Kristen secara rahasia. Mereka menghancurkan tempat peribadatan kalian. Maka, didiklah putra-putri kalian menjadi pendeta agar bisa menghancurkan gereja mereka dari dalam. Mereka menindas dengan melanggar hak dan nilai kemanusiaan. Maka, didiklah putra-putri kalian sebagai agen-agen propaganda dan penulis, agar bisa menelusup keberbagai jajaran pemerintahan. Dengan demikian, kalian akan bisa menundukkan orang Kristen dengan cengkeraman kuku-kuku kekuasaan internasional yang kalian kendalikan dari balik layar. Ini berarti pelampiasan dendam kesumat kalian terhadap mereka.”
Maka, lewat sosialisasi surat perintah dari pemimpin tertinggi Yahudi di Konstantinopel yang intensif melalui Rabi Shamur ini, berbondong-bondonglah orang-orang Yahudi masuk Katolik, tentu saja dengan motivasi balas dendam dan faktor keamanan. Penyusupan kedalam agama Kristen Katolik ini dimanfaatkan secara sangat baik oleh orang-orang Yahudi ini.
Jauh sebelum surat dari Pemimpin Tertinggi Yahudi ini dikeluarkan, seseorang dari Tarsus diutus ke dalam agama Kristen untuk melakukan pengrusakan terhadap ajaran Kristen, lalu setelah itu—secara terselubung—memasukkan unsur-unsur ajaran Kabbalah (Paganisme) ke dalam kekristenan itu sendiri. Siapa dia? Tak lain dan tak bukan ialah Paulus yang kini lebih dikenal sebagai Santo (orang suci) Paulus. Paulus juga lah yang dikabarkan merubah ajaran Kristen menjadi agama misi, sama halnya dengan agama Islam.
Faktor utama para Ordo Kabbalah ingin merusak ajaran Kristen dengan menyusup kedalamnya adalah karena sebenarnya mereka tidak mengakui Yesus sebagai Kristus melainkan mereka mengakui Yohannes Pembaptis sebagai Kristus. Faktor lainnya karena pada saat itu Peter si Pertapa mengatakan bahwa ialah pewaris gereja Yesus bukan kepada Maria Magdalena, yang konon kabarnya sebagai Istri Yesus. Padahal Ordo Kabbalah sangat menginginkan agar Yesus mewariskan gerejanya kepada Maria Magdalena. Disinilah puncak kebencian mereka terhadap Kristen. Dan surat dari Konstantinopel pada 24 Juli 1489 itu semakin meyakinkan lagi hal ini.
Untuk menghilangkan keraguan Yesus adalah Tuhan dan Trinitas sebagai doktrin kekristenan maka digelarlah sebuah konsili besar di Nicea pada tahun 325 Masehi. Pada Konsili ini Kaisar Romawi, Konstantin akhirnya mengeluarkan empat buah keputusan resmi yang berisi, menetapkan hari kelahiran Dewa Matahari dalam ajaran pagan, tanggal 25 Desember, sebagai hari kelahiran Yesus. Lalu, Hari Matahari Roma menjadi hari Sabbath bagi umat Kristen dengan nama Sun-Day, Hari Matahari (Sunday). Kemudian, mengadopsi lambang silang cahaya yang kebetulan berbentuk salib sebagai lambang kekristenan, dan yang terakhir, mengambil semua ritual ajaran paganisme Roma kedalam ritual atau upacara-upacara kekristenan.
Di dalam sebuah cerpen “Prahara dari Nicea” karya Ermando Sanzio disebutkan bahwa kemenangan kaum Trinitarian dalam konsili ini karena pada saat itu terjadi sebuah kecurangan. Disebutkan, bahwa kelompok Trinitarian (yang mempercayai konsep Trinitas) mengusulkan agar kedua belah pihak (Trinitarian dan Unitarian atau kelompok yang masih mempercayai konsep Tauhid yang dibawa oleh Yesus) untuk berdoa dan meletakkan seluruh Injil yang ada ke bawah meja lalu keluar dari ruang tempat diadakan konsili tersebut agar kembali besok untuk melanjutkan kembali konsili yang tertunda karena perdebatan antar kubu pro Trinitas dengan yang menolak Trinitas yang saat itu membuat Kaisar Konstantin marah.
“Setelah itu kita sama-sama berdoa meminta petunjuk agar Injil kebenaran menampakkan diri di atas meja besar ini sedangkan yang palsu biarlah tergeletak di bawah. Hingga esok pagi kita kembali ke ruangan ini maka bersama telah kita ketahui mana Injil yang akan kita jadikan kitab suci,” kata mereka kepada Kaisar Konstantin. Usul ini akhirnya di terima oleh Kaisar Konstantin pada waktu itu.
Namun besoknya, ketika mereka kembali ke ruang konsili, secara aneh, beberapa buah Injil tergeletak di atas meja. Sontak hal ini membuat Kaisar dan lainnya (kecuali Arius dari kubu Unitarian) terkesima dan percaya bahwa Injil yang tergeletak di atas meja itulah yang asli (benar). Dari sinilah penulis mengambil kesimpulan asal mula kemenangan kelompok Trinitarian yang mewakili Gereja Paulus. Singkatnya, seluruh Injil yang tidak sesuai dengan konsep Trinitas dibakar dan dimusnahkan. Bahkan Gereja mengancam akan menindak tegas (hukuman mati) bagi siapa saja yang kedapatan menyimpan Injil yang dilarang. Sebuah larangan yang tidak main-main.
Kaisar Konstantin sendiri adalah seorang penganut ajaran Kabbalah yang tidak pernah dibaptis memeluk Kristen bahkan hingga pada saat kematiannya ia masih tetap penganut Kabbalah. Motivasi ia mengadakan Konsili Nicea adalah untuk menjaga kestabilan dan keamanan di daerah kekuasaannya karena saat itu kedua kubu tersebut sedang bertikai yang menyebabkan gejolak di dalam masyarakat pada waktu itu. Setelah Konsili lanjutan yang diadakan di Tyre, dua konsili lagi digelar. Konsili Antiokia (351 M) dan Konsili Sirmium (359 M). Pada kedua Konsili ini diputuskan bahwa keesaan Tuhan adalah dasar kekristenan dan tidak mengakui konsep Trinitas. Namun, karena saat itu Gereja Paulus sudah berkembang amat pesat di Eropa sehingga menyebabkan rakyatnya tidak perduli lagi kepada hasil dari kedua Konsili tersebut.
Kini setelah berabad-abad silam, mereka terbukti lagi berhasil menghancurkan Kristen lagi, dengan cara memprovokasi dan mendukung para penentang yang melawan eksistensi Gereja Katolik. Adalah Martin Luther dengan para pendukungnya mengeluarkan protes melalui 95 pernyataannya yang secara berani menentang otoritas Kepausan pada tanggal 31 Oktober 1517. Gerakan protes ini kemudian di dalam kekristenan sendiri disebut Protestan. Disusul oleh John Calvin yang menyuarakan Calvinisme. Dalam waktu singkat, jumlah pengikut Luther bertambah begitupun dengan pengikut Calvin.
Gerakan protes atau gugatan dan reformasi Gereja Katholik Roma ini ternyata dimanfaatkan betul oleh kalangan Yahudi terutama Freemason. Motivasi utamanya adalah membalaskan dendam orang tua mereka yang telah dikejar dan dibasmi oleh Paus dan institusi pendukungnya. Lambat laun hal ini tercium oleh Luther yang menyadari kalau diantara banyak pengikutnya ada para pewaris Templar yang mempunyai motivasi berbeda dengannnya. Pada awalnya ia terkecoh oleh meningkatnya para pendukungnya.
Ia pun merasa kesembilan puluh lima (95) nota protes kepada Gereja itupun merupakan kebenaran dan ia pun jelas terharu atas antusiasme orang-orang yang membela pendapatnya itu. Setelah sadar, Luther pun dengan cepat dan tegas memerintahkan kepada pengikutnya untuk tidak berhubungan langsung dengan orang-orang Yahudi yang menyusup kedalam gerakan protesnya, agar tidak termakan tipu daya Yahudi sembari menghujat mereka.
Gurita cengkeraman Freemason ini memang semakin parah, sehingga membuat Gereja Katolik berang. Maka Paus dan para pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma (Vatikan) mengeluarkan larangan kepada para penganut Katolik untuk masuk kedalam organisasi Freemason ini. Vatikan sadar betul bahaya Ordo Kabbalah ini bagi kekristenan dan khususnya kepada para umatnya.
Di dalam buku “Kebangkitan Freemason dan Zionis di Indonesia”, disebutkan sedikitnya ada delapan Paus yang “menfatwakan” larangan terhadap orang-orang Kristen untuk turut dalam aktivitas Freemasonry ini dalam waktu yang berbeda-beda, tentunya. Berikut nama-nama kedelapan Paus tersebut:
1.Paus Clement XII pada tahun 1738
2.Paus Benedict XIV pada tahun 1751
3.Paus Pius VII pada tahun 1821
4.Paus Leo XII pada tahun 1825
5.Paus Pius VIII pada tahun 1829
6.Paus Gregory XVI pada tahun 1832
7.Paus Pius IX pada tahun 1846 dan 1873
8.Paus Leo XIII pada tahun 1884 dan 1892
            Didalam “fatwanya” tersebut Paus Pius IX dan Paus Leo XIII, yang dikatakan sebagai Paus yang sangat sengit menentang organisasi ini, menyebut Freemason sebagai Iblis untuk Masyarakat Modern. Begitupun dengan Paus Leo XXII yang dengan tegas menyebut Freemason sebagai gerakan penghancur agama beserta tatanan yang sudah ada di masyarakat yang menggantinya dengan berbasiskan kekuatan supranatural.
Ketegasan Gereja Katolik dalam mengambil keputusan pelarangan terhadap Freemasonry memang sangat tepat mengingat pengaruh gerakan anti agamanya yang semakin menggerogoti pemikiran para umatnya. Salah satu aktivitas anti agama yang paling terkenal adalah Kelompok Api Neraka (Hell Fire Club). Sebuah artikel karya Daniel Willens berjudul “Hell Fire Club: Sex, Politics and Religion in Eighteenth Century in England” yang diterbitkan dalam jurnal Gnosis, menggambarkan secara jelas aktivitas kelompok ini:
“Pada malam-malam yang diterangi cahaya bulan selama pemerintahan Raja George III dari Inggris, anggota-anggota Pemerintahan yang sangat berkuasa, para intelektual penting, dan artis-artis yang berpengaruh kadang dapat terlihat melintasi Sungai Thames dengan gondola ke sebuah reruntuhan biara di dekat Wycombe Barat. Di sana, di bawah bunyi nyaring bel biara yang ternoda, mereka mengenakan jubah biarawan dan bersenang-senang dengan segala bentuk kebejatan, yang berpuncak pada Misa Hitam yang diselenggarakan pada tubuh telanjang seorang wanita ningrat yang asusila dengan diketuai oleh bandot tersohor Sir Francis Dashwood. Kebaktian setan berakhir, lingkaran dalam akan berpindah tempat untuk merencanakan perjalanan Kerajaan Inggris.”
Kelompok Api Neraka ini didirikan oleh Philip, Duke of Wharton (1698-1731) sekitar tahun 1719. Willens mencatat bahwa Phillip adalah seorang politikus Whig dan tentu saja seorang Mason yang kemudian diangkat menjadi Grand Master Freemasonry dari The Great Lodge of England pada 1722. Selain itu, lanjut Willens, Phillip adalah seorang ateis yang suka memperolok-olok agama dengan memimpin keramaian dengan memakai hiasan-hiasan “Satanik” di muka umum. Rizki dalam bukunya “Knights Templar Knights of Christ” menambahkan, bahwa ketika mendirikan kelompok “Rahib-rahib dari St. Medmenham,” nama lain dari The Hell Fire Club, Phillip saat itu masih berumur 21 tahun.
Beberapa nama yang tercatat sebagai anggotanya adalah saudara Dashwood, John Dashwood-King; John Montagu, Earl of Sandwich; John Wilkes; George Bubb Dodington, Baron Melcombe; Paul Whitehead; dan sekumpulan orang-orang lokal yang tidak terlalu profesional maupun bereputasi baik, demikian Harun Yahya yang mengutip pernyataan Willens. Sir Francis Dashwood, menjelang tahun 1739, menemui Abbe Nicollini, dan pada tahun itu juga Paus Clement XII mengeluarkan surat perintah bernama Eminenti Apostalatus Specula yang mengungkapkan inkuisisi atas Loji beserta anggota Freemasonnya.
Berbarengan dengan pemberontakan terhadap Gereja Katolik, penyebaran ajaran Kabbalah di Inggris dan Eropa sudah semakin menunjukkan hasil. Hasil dari kesuksesan ajaran penyembah Lucifer ini adalah munculnya para pemikir bebas yang mengkritisi Injil dari Vatikan. Para pemikir bebas ini menafsirkan injil sesuka hati. Buah dari pemikiran ini muncul isme-isme penentangan terhadap agama seperti Darwinisme, Hedonisme, Kapitalisme dan lain sebagainya.
Di Perancis, paska Revolusi Perancis, para pemikir bebas yang tergabung dalam Freemasonry ini berhasil mengeluarkan undang-undang (UU) anti-klerikal. Menyusul dikeluarkannya UU tersebut, 3000 sekolah agama ditutup, pelajaran-pelajaran agama dilarang, ribuan pendeta ditangkap dan dibunuh, sebagian dari mereka diasingkan dan dianggap sebagai warga kelas dua. Akibatnya, Vatikan memutuskan hubungan diplomatik dengan Perancis pada tahun 1904.
Selain di Perancis, perang melawan agama yang dimotori oleh Freemason juga terjadi di jantung agama Kristen Katolik sendiri, yakni Vatikan. Di Roma, Italia, Freemason menggerakkan sebuah organisasi bernama Carbonari. Sebuah nama yang diambil dari pembuat arang. Berbagai pemberontakan digerakkan untuk menghapus peran agama dalam pemerintahan di Italia. Saat itu, Vatikan masih berkuasa penuh terhadap Italia sehingga Italia disebut sebagai Negara Kepausan. Negara Kepausan akhirnya berakhir di tangan gerakan Persatuan Italia, pimpinan Giuseppe Mazzini, Giuseppe Garibaldi dan Count de Cavour. Persatuan Italia yang sebenarnya gabungan dari Carbonari dan sebuah gerakan yang dimotori oleh para pemuda Italia yang disebut “Italia Muda” ini berhasil menyekulerkan Italia dengan memisahkan Vatikan (Agama) dengan Italia (Negara).
Harun Yahya, seorang peneliti tentang Yahudi asal Turki, mencatat sangat jelas perjalanan kaki tangan Freemason ini dalam upaya untuk menghancurkan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat di Italia, seperti berikut ini:
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa Carbonari didirikan oleh kaum Mason yang terlibat bersama mereka dalam kegiatan-kegiatan revolusioner. Seusai Revolusi Juli di Prancis pada tahun 1930, organisasi tersebut kehilangan pengaruhnya dan secara bertahap menghilang. Di Italia, Carbonari bersatu dengan gerakan ”Italia Muda” yang didirikan oleh Guiseppe Mazzini. Mazzini, seorang ateis tersohor, selama bertahun-tahun telah bertarung melawan Negara Kepausan dan Gereja dan pada akhirnya menjadi seorang Mason ranking atas yang akan menjadi pendiri Persatuan Italia.”
“Dengan dukungan dua orang Mason terkemuka lain, Guiseppe Garibaldi dan Count di Cavour, ia mendirikan Persatuan Italia pada tahun 1870, serta menggariskan perbatasan Negara Kepausan di belakang batas-batasnya yang telah ada. Setelahnya, Italia memasuki sebuah proses yang membuatnya kian menjauh dari agama, dan mempersiapkan pondasi bagi kediktatoran fasis Mussolini di tahun 1920-an. Singkatnya, dapat kita katakan bahwa Mazzini, Garibaldi, dan Cavour merupakan tiga pemimpin terkemuka yang melakukan fungsi penting dalam pertarungan melawan agama di Eropa.”
Dari dua peristiwa ini, secara langsung dapat kita simpulkan, bahwa, Revolusi Perancis dan pemberontakan di Italia adalah awal dari revolusi yang diciptakan untuk memusnahkan setiap agama samawi (langit) yang ada di dunia ini. Setelah berhasil menggerakkan kedua kekacauan ini, Konspirasi kembali meletuskan perang dunia dan yang kini sedang dalam proses adalah Perang Dunia III. Sebuah perang yang akan mengakhiri setiap kekacauan yang ada di seluruh dunia. Penulis meyakini ini adalah yang dalam peradaban Barat disebut dengan Armageddon sedangkan kita (umat Islam) menyebutnya al-Qiyamah (Kiamat).

Tag : Freemasonry
0 Komentar untuk "Freemasonry Pemusnah Gerakan Agama"

Back To Top